intronesia.id, Ketegangan meningkat di kawasan pertambangan emas tanpa izin (PETI) Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, setelah seorang penambang tewas tertembak yang diduga dilakukan oleh anggota Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah Sulawesi Utara.
Komandan Satuan (Dansat) Brimob Polda Sulut, Komisaris Besar Polisi Agung Anggoro, mengonfirmasi adanya insiden tersebut kepada awak media pada Senin (10/3). "Iya, sementara ini masih dalam penyelidikan Polda Sulut," ujarnya singkat, tanpa merinci kronologi kejadian yang mengakibatkan tewasnya seorang penambang.
Menanggapi insiden berdarah tersebut, Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal Polisi Bahagia Dachi, menerangkan bahwa Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan) Polda Sulut telah dikerahkan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh.
"Saat ini, kami dalam proses penyelidikan, karena semua sudah diambil alih oleh Polda Sulut untuk proses secara hukum," tegas Dachi, menegaskan keseriusan institusi kepolisian dalam menangani kasus yang melibatkan anggotanya sendiri.
Dalam upaya meredakan ketegangan, Dachi mengungkapkan bahwa pihak kepolisian telah menemui keluarga korban dan menyampaikan permintaan maaf. "Kami sudah bertemu dengan keluarga korban di ruang jenazah dan atas nama Kapolda Sulut kami meminta maaf," ungkapnya.
Wakapolda juga menekankan komitmen institusi untuk menindak tegas anggota yang terbukti bersalah. "Kita akan hukum berat bila perlu," katanya, memberikan jaminan bahwa tidak akan ada perlakuan istimewa bagi anggota kepolisian yang melanggar hukum.
Imbauan untuk Masyarakat
Di tengah potensi meningkatnya ketegangan pasca insiden, Dachi mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan mempercayakan proses hukum kepada pihak kepolisian. Ia meminta warga untuk tidak melakukan tindakan anarkis yang dapat memperkeruh situasi.
Kasus penembakan ini menambah daftar panjang insiden kekerasan di kawasan pertambangan emas ilegal yang kerap memicu konflik antara aparat keamanan dan para penambang. Masyarakat setempat dan pemerhati HAM menanti hasil penyelidikan resmi dan proses hukum yang transparan untuk memastikan keadilan bagi korban.