Tak hanya Jakarta, Padang juga memiliki kota tua. Sejak abad ke-17, Padang merupakan salah satu kota pelabuhan utama di Nusantara. Pemandangan tempo dulu di Kota Tua Padang atau Padang Lama ini menunjukkan majunya kawasan ini di masa lalu.
Kawasan Kota Tua Padang didirikan oleh para perantau dari dataran tinggi atau disebut juga Darek. Yang menjadi permukiman pertama adalah perkampungan di pinggir selatan Sungai Batang Arau. Tempat tersebut sekarang bernama Seberang Pebayan.
Sebelum para perantau dari Solok dan Agam turun ke pantai, wilayah yang sekarang menjadi Kota Padang ini hanya sebuah daratan rendah dengan hutan yang lebat.
Kemudian pada pertengahan abad ke-14, Kerajaan Pagaruyung mengembangkan Padang menjadi bandar dagang. Kala itu, Kerajaan Pagaruyung mulai menjalin hubungan dagang dengan kawasan pesisir barat Sumatra.
Pada abad ke-15 sampai abad ke-16, Kota Padang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Aceh, dan hanya menjadi daerah perkampungan nelayan. Namun, VOC yang datang pada 1663 dan berhasil menyingkirkan Kerajaan Aceh pada 1666 hingga menjadikan Kota Padang sebagai markas besarnya untuk kawasan pantai barat Sumatra (Sumatra Westkust).
VOC menilai muara Sungai Batang Arau yang luas sangat sesuai bagi tempat bersandarnya kapal-kapal dagang. Sebab itu, VOC kemudian membangun sebuah pelabuhan di muara tersebut yang dikenal sebagai Pelabuhan Muaro. Pelabuhan ertua di Kota Padang ini kemudian menjadi pusat peradaban di Kota Padang.
Terdapat banyak bangunan dengan arsitektur klasik di kawasan Kota Tua Padang. Pada umumnya bangunan-bangunan tersebut merupakan bekas perusahaan-perusahaan yang jaya pada masanya. Keberadaan bangunan tua tersebut menjadi saksi kemajuan ekonomi di kawasan ini pada zaman dulu.
Di antara bangunan-bangunan kuno di Kota Padang adalah Masjid Muhammadan. Masjid tua seluas 822 meter persegi ini tetap terawat dan nyaman digunakan untuk beribadah. Masjid Muhammadan merupakan peninggalan umat Muslim keturunan India. Bangunan ini didirikan pada 1943.
Kemudian, ada gedung Geo Wehry and Co seluas 118 meter persegi. Gedung yang berdiri sejak tahun 1926 ini terdiri atas 4 lantai ditambah ruang atap. Gedung tersebut merupakan merupakan peninggalan perusahaan dagang yang terkenal pada masanya. Kini gedung ini digunakan sebagai gudang penyimpanan barang oleh salah satu sesepuh di kawasan ini.
Ada juga gedung De Javasche Bank, merupakan eks gedung Bank Indonesia yang sudah berdiri sejak 1830. Luas bangunannya sekitar 100 meter persegi. Saat ini, gedung berfungsi sebagai Museum Bank Indonesia.
Lalu gedung eks PT Surya Sakti seluas 239 meter persegi. Gedung ini dibangun sekitar akhir abad ke-19 sebagai kantor. Bangunan tersebut lalu dibeli oleh seorang konglomerat bernama Dr TD Pardede dan digunakan sebagai gereja.
Kemudian, ada Padangsche Spaarbank. Bangunan dengan arsitektur indah ini memiliki luas sekitar 493 meter persegi. Gedung yang berdiri sejak 1908 ini pernah digunakan sebagai Kantor Bank Tabungan Sumatra Barat. Namun, saat ini, gedung tersebut tidak digunakan lagi.
Selain itu, juga ada sebuah kelenteng. Tempat ibadah umat Kong Hu Chu dan Tao ini awalnya bernama Kelenteng Kwan Im. Bangunan yang berdiri pada 1861 ini pernah mengalami musibah kebakaran. Setelah dibangun kelenteng yang baru, namanya diubah menjadi Kelenteng See Hien Kiong.
Ketika terjadi gempa besar pada 2009, kelenteng ini mengalami kerusakan parah. Umat Kong Hu Chu dan Tao yang bersembahyang di kelenteng ini kemudian membangun kelenteng yang baru. Bangunan dibangun di tempat yang baru, sekitar 100 meter dari lokasi kelenteng yang lama.