Budi Gunawan Tepis Kekhawatiran Publik: Revisi UU TNI Bukan untuk Mengembalikan Dwifungsi Militer

17.03.2025 23:29
2-3 menit
Budi Gunawan Tepis Kekhawatiran Publik: Revisi UU TNI Bukan untuk Mengembalikan Dwifungsi Militer

intronesia.id, Di tengah meningkatnya sorotan dan kekhawatiran publik, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan (BG) memberikan penegasan tegas bahwa revisi Undang-Undang TNI tidak dimaksudkan untuk menghidupkan kembali konsep dwifungsi militer yang pernah berlaku pada masa Orde Baru. Pernyataan ini disampaikan untuk menenangkan berbagai spekulasi yang berkembang seiring dengan pembahasan revisi undang-undang tersebut.

"Pemerintah sekali lagi menegaskan bahwa revisi UU TNI ini tidak dimaksudkan mengembalikan TNI pada dwifungsi militer seperti masa lalu. Jadi tegasnya seperti itu, jangan khawatir akan hal itu," tegas BG saat ditemui usai acara buka puasa bersama TNI-Polri di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/3).

Menurut Budi Gunawan, revisi UU TNI justru ditujukan untuk mengadaptasi peran militer dalam menghadapi tantangan kontemporer dan memastikan TNI dapat berfungsi secara optimal dalam berbagai situasi, khususnya dalam penanganan bencana. Inisiatif ini dianggap sebagai bagian dari upaya modernisasi institusi pertahanan negara.

"Utamanya dalam menjalankan tugas pokoknya di bidang pertahanan negara, sekaligus menyesuaikan peran TNI ke depan sesuai kebutuhan perkembangan zaman, khususnya seperti dalam situasi darurat bencana," jelas BG mengenai tujuan utama dari revisi tersebut.

Untuk memperjelas arah revisi, Menko Polkam menguraikan tiga pasal spesifik yang menjadi fokus perubahan:

  • Pasal 3: Mengatur tentang kedudukan dan koordinasi TNI di bawah Kementerian Pertahanan, memperjelas struktur komando dan pengawasan sipil.
  • Pasal 53: Berkaitan dengan ketentuan usia pensiun bagi anggota TNI, yang akan disesuaikan dengan kebutuhan institusi dan pengembangan karir personel militer.
  • Pasal 47: Mengatur tentang posisi di kementerian dan lembaga pemerintah yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dengan pembatasan yang lebih jelas.

BG memberikan contoh konkret mengenai penempatan personel TNI di Badan SAR Nasional (Basarnas) yang memang membutuhkan keahlian khusus yang dimiliki oleh prajurit. "Misal saya contohkan di Basarnas, seperti itu melalui revisi UU TNI ini justru memberi batasan yang lebih jelas akan hal tersebut," ujarnya.

Meskipun pemerintah berupaya menenangkan kekhawatiran publik, proses pembahasan revisi UU TNI tetap menuai sorotan kritis dari berbagai kalangan. Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah draf terbaru yang memungkinkan penempatan prajurit TNI aktif di 16 kementerian/lembaga, yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai pintu masuk kembalinya pengaruh militer dalam ranah sipil.

Selain itu, metode pembahasan yang dilakukan secara tertutup di sebuah hotel mewah pada akhir pekan lalu semakin memicu pertanyaan mengenai transparansi proses legislasi ini. Kritikus menilai bahwa pembahasan undang-undang yang menyangkut kepentingan publik seharusnya dilakukan secara terbuka.

Para pengamat menekankan bahwa modernisasi peran TNI memang diperlukan untuk menghadapi tantangan keamanan kontemporer, namun hal ini harus dilakukan dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil yang menjadi fondasi reformasi militer pasca-1998. Keseimbangan antara peningkatan kapabilitas pertahanan dan pengawasan demokratis menjadi kunci dalam revisi UU TNI ini.

Dengan penegasan dari Menko Polkam BG, pemerintah berupaya mengarahkan narasi pembahasan revisi UU TNI pada aspek teknis dan profesionalisme institusi, menjauhi kekhawatiran akan kembalinya intervensi militer dalam politik praktis seperti yang pernah terjadi di masa lalu.

intronesia logo

intronesia.id adalah patform media digital sebagai opsi ruang informasi yang menyajikan berita dan informasi secara proporsional dan objektif.  "cintai indonesia dengan caramu"

©2024. PT Intro Media Indonesia

0
Shares