Tari Legong mempunyai capaian artistik dan simbol yang amat tinggi. Sekaligus, Legong menjadi ‘rekaman’ atas pertemuan seni tari yang berkembang di pusat-pusat peradaban Nusantara, dan juga yang berkembang di Asia.
Melihat seni tari jenis ini di Jawa, Kamboja, Thailand, maka kita bisa melihat bagaimana Tari Legong Keraton memberikan informasi mengenai pertemuan atas peradaban-peradaban ini.
Seni tari itu juga tidak bisa dilepaskan dari susastra yang berkembang sejak zaman Hindu-Buddha di Nusantara. Tari didasarkan atas cerita, baik itu cerita rakyat maupun cerita mengenai sebuah kerajaan. Epos Ramayana dan Mahabharata juga memberikan ruang bagi kreasi tari yang luar biasa banyaknya.
Legong awalnya dikembangkan di keraton-keraton (atau puri) Bali di abad ke-19. Legong ini dinamakan Legong Lasem atau Legong Keraton. Sebagai tarian yang adiluhung, Legong Keraton menyerap energi dan gerak yang indah namun anggun. Hal ini juga memberikan informasi bahwa tari ini adalah hasil pengembangan bertahun-tahun, dan dengan lingkungan seni yang memberikan dukungan penuh.
Ada beberapa legong lain yang meskipun berbeda dalam makna, namun sama dalam pondasi gerak. Legong ini diantaranya Legong Jobong (berkisah mengenai persaudaraan Sugriwa-Subali) dan Legong Legod Bawa (mengenai Dewa Brahma dan Dewa Wisnu). Legong ini dikembangkan di daerah-daerah seperti Gianyar, Tabanan, Badung.
Di tahun 2013, diselenggarakan Festival Ramayana Internasional di Kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta. Dalam festival ini, kita dapat berkenalan dengan “persaudaraan” tari, terutama Legong, di Asia. Dalam festival ini, digelar tari Ramayana dari Kamboja, India, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina,Singapura, dan Thailand. Tari khon dari Thailand, dan tari Apsara dari Kamboja, misalnya, mempunyai fondasi gerak dan koreografi yang sejiwa dengan Legong.
Bagi Nusantara, Legong menjadi wahana penting untuk “mencerna” epos Ramayana atau menikmati cerita-cerita rakyat yang menjadi asal dari tari legong tertentu. Bagi sang penari, pondasi dan filosofi gerak dipelajari selama bertahun-tahun. Hal ini turut mengembangkan rasa keindahan. Sekaligus, pembelajaran ini juga menjadi upaya mengenal tari-tari di Asia yang mempunyai jiwa keindahan legong.