Raja Ampat diambil dari nama empat pulau utama di kawasan barat kepala burung (Vogelkoop) Pulau Papua, terdiri dari Pulau Waigeo, Salawati, Batanta, dan Misool. Wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat bangsawan dan menerapkan sistem adat Maluku dan pernah menjadi daerah protektorat Kesultanan Tidore pada abad ke-15.
Kesultanan Tidore menempatkan wakilnya di setiap desa, dalam sistem ini, tiap desa dipimpin oleh seorang raja yang berkedudukan di empat pulau besar. Keempat pulau tersebut dikelilingi juga pulau-pulau kecil kurang lebih berjumlah 610, secara administratif wilayah ini masuk ke dalam Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.
Secara geografis, Kabupaten Raja Ampat berposisi pada koordinat 00° 30,33″ Lintang Utara -01° Lintang Selatan dan 124° 30,00 – 131° 30 Bujur Timur. Posisinya yang terletak di bawah garis khatulistiwa, menyebabkan Raja Ampat beriklim tropis yang lembab dan panas dengan suhu udara terendah 23,60C dan suhu tertinggi 30,7°C. Temperatur rata-rata sebesar 27,2°C dengan kelembaban udara rata-rata 87 persen.
Raja Ampat memiliki panorama bawah laut yang sangat menakjubkan dan menjadi salah satu destinasi wisata terbaik di dunia. Hamparan kepulauannya memiliki luas 46.108 km2, pesona lautnya terdiri atas 540 jenis karang, 1.511 spesies ikan, serta 700 jenis moluska, 5 spesies penyu laut langka, 57 spesies udang mantis, 13 spesies mamalia laut; dan 27 spesies ikan yang hanya dapat ditemui di wilayah ini.
Keanekaragaman hayati di Raja Ampat, menjadikannya sebagai kerajaan biota laut terbesar di dunia. Menurut riset yang dilakukan The Nature Conservacy, Conservation International, Lembaga Oseanografi Nasional (LON) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2001 dan 2002, ada sekitar 75 persen spesies karang dunia terdapat di pulau ini.
Selain keanekaragaman hayatinya, Raja Ampat juga memiliki fenomena alam yang terbilang unik dan langka, yaitu munculnya sinar yang berasal dari laut mengitari permukaannya dan hanya berlangsung sebentar yakni berkisar antara 10 hingga 18 menit dan hanya dapat dilihat setiap akhir tahun saja. Fenomena ini dapat disaksikan di bagian Timur Waigeo, tepatnya di depan desa Urbinasopen dan Yesner, atau masyarakat sekitar menjuluki fenomena alam ini sebagai “hantu laut”.
Kekayaan alam Raja Ampat banyak pula yang ditemukan di daratan, kawasan hutan pegunungan yang tidak melampaui ketinggian 1.000 meter, sehingga dikenal sebagai hutan dataran rendah. Keanekaragaman satwa liar hidup bebas di hutan-hutan tersebut. Kekayaan alam dan satwa ini dilindungi dalam wilayah cagar alam, yaitu: Cagar Alam Pulau Waigeo Barat, Cagar Alam Pulau Batanta Barat, Cagar Alam Pulau Salawati Utara dan Cagar Alam Pulau Misool Selatan.
Burung Cendrawasih (Bird of Paradise) yang menjadi ikon pulau Papua, dapat ditemukan pula habitat aslinya di kawasan Raja Ampat, tepatnya di desa Sawing Rai, yang berlokasi di distrik Meos Mansar. Burung langka yang dikenal keindahan bulu warna-warninya ini, terdapat empat spesies utama, di antaranya; Cendrawasih Besar, Cendrawasih Kecil, Cendrawasih Merah, dan Cendrawasih Belah Rotan.
Kabupaten Raja Ampat juga memiliki warisan prasejarah yang sangat tua, tepatnya di daerah Tomolol, terdapat lukisan telapak tangan manusia dan hewan yang sangat besar, dilukis oleh penghuni gua dari masa prasejarah dan diperkirakan berusia 50.000 tahun. Di sebelah utara Waigeo, terdapat juga gua persembunyian pasukan Belanda dan Jepang di masa Perang Dunia ke-2, kapal yang karam di pulau Wai juga menjadi jejak peninggalan sejarah yang bisa disaksikan hingga saat ini.
Jika kita berkunjung pada tanggal 17 Agustus, maka kita akan disajikan pada Festival Budaya Suling Tambur di daerah barat dan utara pulau Waigeo, rangkaian acara adat untuk menyambut tamu-tamu dengan diiringi oleh alat musik tradisional khas Raja Ampat, yang dinakamakan Suling Tambur, sejenis suling bambu dan drum khas dari pedesaan yang dibunyikan dengan arak-arakan orang yang berpakaian adat lokal.
Untuk mewujudkan kelestarian alam kepulauan Raja Ampat Pemerintah telah memagarinya dengan SK Menhut No. 81/KptsII/1993 yang menetapkan laut sekitar Waigeo Selatan, meliputi pulau-pulau kecil seperti Gam, Mansuar, kelompok Yeben dan kelompok Batang Pele, menjadi kawasan Suaka Margasatwa Laut yang luas wilayahnya mencapai 60.000 hektare. Sedangkan, beberapa kawasan laut lainnya, seperti Suaka Margasatwa Laut Pulau Misool Selatan, laut Pulau Kofiau, laut Pulau Asia, laut Pulau Sayang, dan laut Pulau Ayau, turut diusulkan untuk menjadi kawasan konservasi.