Masjid Gedhe Kauman terletak tepat di sebelah barat Kompleks Alun-alun Utara Keraton Kesultanan Yogyakarta. Secara administratif, masjid yang dibangun 18 tahun setelah Perjanjian Giyanti ini beralamat di Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.
Masjid Gedhe Kauman dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubowono I pada Minggu Wage, 29 Mei 1773. Pembangunan masjid dibantu oleh Kyai Fakih Ibrahim Diponingrat seorang penghulu keraton dan diarsiteki oleh Kyai Wiryo Kusumo.
Dalam perkembangannya, jemaah masjid terus bertambah. Karena itu, pada 20 Syawal di tahun 1775 M dibangunlah serambi masjid. Serambi tersebut difungsikan sebagai sebagai Al Mahkamah Al Kabhiroh, yaitu tempat bertemunya alim ulama sekaligus sebagai sekretariat urusan agama.
Di samping itu, dibangun 2 pendopo kecil di kanan dan kiri serambi sebagai tempat gamelan. Bangunan ini dinamakan pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Nagawilaga, dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu.
Luas Masjid Gedhe Kauman sekitar 16.00 meter persegi. Kompleks masjid dikelilingi pagar tembok tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi semar tinandu.
Bagian utama masjid berupa ruang salat yang dapat menampung jemaah sekitar 900 orang. Bagian ini berupa bangunan joglo dengan 4 saka guru (tiang utama) dari kayu jati jawa berumur ratusan tahun. Tiangnya tanpa sambungan dan menggunakan pasak kayu sebagai paku disertai 32 tiang penggiring.
Dinding masjid terbuat dari batu putih, lantai dari marmer asal Italia, dihiasi lampu gantung yang didatangkan dari Inggris. Bangunan serambi masjid berbentuk limasan persegi panjang terbuka Jawa dengan 24 tiang penyangga dan 32 tiang penggiring dari kayu jati lama.
Masjid beratap tajuk lambang teplok (atap bertingkat 3), melambangkan manusia akan memiliki keistimewaan jika sudah melalui 3 tingkatan, yaitu syariat, hakikat, dan makrifat. Mustaka masjid berbentuk daun kluwih dan gadha.
Selain bangunan masjid, Sultan Hamengku Buwono I juga membangun perumahan untuk para pengurus masjid yang dinamakan pekauman, dan kini dikenal sebagai Kampung Kauman.
Pada hari besar seperti Maulid Nabi, Ramadan, dan Syawalan, Masjid Gedhe Kauman dipakai untuk penyelenggaran upacara resmi keagamaan Keraton Yogyakarta, seperti Garebeg Sekaten dan Garebeg Syawal yang selalu dipadati pengunjung dalam dan luar negeri.
Saat perayaan sekaten di bulan Maulid, ribuan rakyat Yogya tumpah ruah di halaman masjid hingga alun-alun utara, memperebutkan gunungan yang dibawa abdi keraton dari Masjid Gedhe Kauman. Gunungan yang terbuat dari nasi dan dihias dengan sayur-mayur dan panganan lainnya itu dipercaya membawa berkah.
Sumber:
- Gagas Ulung, Wisata Ziarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013.
- http://kotajogja.com/4399/masjid-gedhe-kauman/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Gedhe_Kauman