Konflik Palestina-Israel belakangan menjadi sorotan publik dunia. Media pers, baik televisi dan situs berita, memberitakan konflik Palestina-Israel.
Terkait hal ini, Dewan Pers mengingatkan kepada para pemangku kepentingan pers, terutama wartawan, pengelola, dan pemilik media, mengenai pemberitaan mengenai konflik wilayah pendudukan Israel di Palestina. Salah satunya adalah menghindari penyematan atribusi terhadap kelompok tertentu.
“Masalah di Timur Tengah, khususnya Palestina, memiliki sensitivitas dan mendapatkan perhatian luas dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, baik karena latar belakang historis maupun sosio-psikologis. Karena itu, di tengah simpang siurnya informasi dan hoaks yang beredar di media jejaring sosial, pemberitaan di media massa sangat dibutuhkan untuk mengimbanginya,” kata Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam keterangannya, Sabtu (14/10/2023).
Ia melanjutkan, pemberitaan media pers harus dapat menjadi rujukan bagi publik untuk menemukan kebenaran.
Ninik menjelaskan, pers harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalisme dan Kode Etik Jurnalistik, termasuk kewajiban menguji informasi (verifikasi, konfirmasi, serta klarifikasi) dan mengedepankan kepentingan publik. Penggunaan sumber informasi dari media sosial dan media-media asing perlu ada verifikasi atau klarifikasi lebih lanjut.
“Sikap dan langkah seperti itu juga diharapkan dapat menjadi bagian dari kontribusi pers Indonesia dalam menegakkan prinsip yang ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945,” ujarnya.
Ninik mengungkapkan, pers Indonesia sebagai bagian dari komponen bangsa juga punya kewajiban moral mengusung misi yang diamanahkan para pendiri bangsa ini agar “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
“Pahami dan hormati suasana kebatinan masyarakat dan sikap resmi pemerintah Indonesia yang mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk merdeka dan memiliki negara sendiri yang berdaulat. Tumbuhkan empati, bukan antipati yang berpotensi membelah masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia,” ujarnya.
Ia pun meminta menghindari penyematan atribusi yang terkesan sebagai pelabelan negatif atau stigmatisasi terhadap kelompok tertentu, terutama di kalangan kelompok masyarakat Palestina. “Misalnya label kelompok teroris, itu jelas tidak tepat,” katanya.
Ia menjelaskan, dalam pemberitaan terkait aksi terorisme, Dewan Pers telah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme. “Pedoman tersebut merupakan hasil rumusan bersama organisasi-organisasi pers konstituen Dewan Pers yang kemudian disahkan oleh Rapat Pleno Dewan Pers sebagai Peraturan Dewan Pers,” katanya.
Selain itu, ia meminta untuk berhati-hati dalam menyiarkan berita yang bersumber dari media asing agar dapat mengindari pencampuradukkan fakta dan opini.
“Perlu berhati-hati dan cermat dalam mengunggah atau menyiarkan berita yang bersumber dari media asing guna menghindari pencampuradukan fakta dan opini yang menghakimi sebagaimana amanat Kode Etik Jurnalistik pasal 3. Hindari sikap ketergesa-gesaan yang sekadar mengejar aspek kecepatan tetapi mengabaikan akurasi,” katanya.
Ninik menilai, sikap ini sangat perlu diterapkan agar pers Indonesia tidak termakan propaganda Israel dan media-media afiliasi/pendukungnya yang cenderung mencampuradukkan fakta dan opini, termasuk hoaks, yang menghakimi.
“Dewan Pers mengimbau penayangan berita mengenai Palestina lebih ditujukan untuk memenuhi fungsi pers sebagai pemberi informasi, edukasi, dan lembaga kontrol sosial ketimbang kepentingan bisnis dan menaikkan rating semata,” tuturnya.