Loading...
You are here:intronesia/introCity./Sulawesi Selatan/Fort Rotterdam, Benteng Bersejarah Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang Koleksi pribadi /Sanko

Fort Rotterdam, Benteng Bersejarah Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo

08.10.2023 10:42 WIB
2-3 menit

Fort Rotterdam, sebuah benteng bersejarah, masih kokoh berdiri sebagai peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo yang telah berusia ratusan tahun. Benteng ini terletak di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tidak jauh dari Pantai Losari.

Benteng ini awalnya dibangun oleh Kerajaan Gowa-Tallo dan dikenal dengan nama Benteng Ujung Pandang atau Benteng Panyyua. Pada tahun 1545, Raja Gowa X (juga dikenal sebagai Raja Gowa IX) yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung dengan gelar Karaeng Tunipalangga Ulaweng memulai pembangunan benteng ini.

Ketika Kerajaan Gowa harus mengakui kekalahan kepada penjajah, benteng ini diserahkan kepada VOC sesuai dengan perjanjian Bongayya pada 18 November 1667. Nama benteng kemudian diubah menjadi Fort Rotterdam sebagai penghormatan kepada daerah kelahiran Cornelis Speelman di Belanda.

Benteng ini awalnya dibangun dengan bahan dasar tanah liat. Pada tahun 1634, saat pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin, konstruksi benteng diganti dengan menggunakan batu padas yang diperoleh dari Pegunungan Karst di daerah Maros.

Bentuk Benteng Ujung Pandang menyerupai seekor penyu yang sedang merangkak turun ke lautan. Penyu dianggap sebagai simbol kejayaan Kerajaan Gowa, baik di daratan maupun di lautan.

Selama VOC menguasai benteng ini, digunakan sebagai pusat pertahanan dan tempat penyimpanan rempah-rempah untuk wilayah Indonesia timur. Selama sekitar 200 tahun, benteng ini menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan berbagai aktivitas Belanda di daerah tersebut.

Fort Rotterdam menjadi tempat penahanan Pangeran Diponegoro dari tahun 1833 hingga wafatnya pada tanggal 8 Januari 1855. Di tempat ini, Pangeran Diponegoro menulis catatan tentang budaya Jawa, seperti wayang, mitos, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1937, kepemilikan Fort Rotterdam diserahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada Fort Rotterdam Foundation. Benteng ini terdaftar sebagai bangunan bersejarah pada tanggal 23 Mei 1940.

Selama Perang Dunia II, Fort Rotterdam digunakan sebagai kamp tawanan perang oleh Jepang. Selama pendudukan Jepang antara tahun 1942-1945, benteng ini berfungsi sebagai pusat penelitian ilmu pengetahuan dan bahasa.

Antara tahun 1945-1949, Fort Rotterdam kembali digunakan oleh Belanda sebagai pusat kegiatan pertahanan dalam menghadapi pejuang-pejuang Indonesia.

Pada tahun 1970-an, benteng ini direnovasi secara ekstensif dan saat ini menjadi pusat kegiatan budaya, pendidikan, tempat pertunjukan musik dan tari, serta objek wisata bersejarah.

Dari tahun 1950 hingga 1999, benteng ini berganti nama menjadi Ujung Pandang. Namun, pada tanggal 13 Oktober 1999, nama benteng diubah kembali menjadi Fort Rotterdam berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999.

Hingga kini, peninggalan berusia hampir 500 tahun ini masih berdiri kokoh. Di kompleks Benteng Ujung Pandang, terdapat Museum La Galigo yang menyimpan banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya di Sulawesi Selatan.

Bangunan ini sekarang menjadi aset kepemilikan nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Sebagian besar bangunan benteng masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata sejarah unggulan di Kota Makassar.

Cek berita, artikel, dan konten INTRONESIA di Google News