Masjid Angke atau Masjid Jami Angke yang kini disebut Masjid Al-Anwar mungkin merupakan masjid kuno yang paling menarik di Jakarta, baik dari segi sejarahnya maupun arsitekturnya. Masjid ini didirikan di distrik orang Bali di Batavia oleh orang Tionghoa pada zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), kongsi dagang India Timur.
Catatan yang ada mengungkapkan bahwa masjid ini dibangun pada 26 Syaban 1174 H atau tanggal 2 April 1761 M. Namun ada sumber lain yang menyebutkan bahwa Masjid Angke didirikan oleh Gouw Tjay yang masuk Islam pada 1621. Ia ingin membangun sebuah masjid.
Muslim Tionghoa ini mendapatkan tanah di Kampung Bebek yang terketak di sebelah utara Angke sebagai lokasi pembangunannya. Dengan demikian, pembangunan pada 1761 merupakan pemugaran dari masjid yang sudah ada sebelumnya. Jika benar informasi ini maka Masjid Angke dipastikan adalah masjid tertua di Jakarta.
Masjid ini terletak di tengah pemukiman padat penduduk, tepatnya di Gang Masjid, Jalan Pangeran Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat. Pada masa Batavia masih dikuasai VOC, kawasan tempat masjid ini berada merupakan distrik yang dihuni oleh orang Bali. Kampung Bali ini dulunya juga dikenal dengan nama Kampung Goesti. Nama ini diambil dari nama Kapten Goesti Ktut Badulu yang pernah memimpin kampung ini.
Meski telah mengalami perbaikan berkali-kali, kekhasan bangunan masjid ini tidak hilang, yaitu perpaduan harmonis antara arsitektur Bali, Belanda, Jawa, dan Tionghoa.
Bentuk dasar bangunan memperlihatkan pengaruh Jawa: bujur sangkar dan atap bertumpang bersusun 2 yang berbentuk limasan. Ujung atap sedikit melengkung ke atas menunjuk pada punggel rumah Bali. Lima anak tangga di depan, daun pintu ganda, serta lubang angin di atas pintu dan kusen-kusen yang dihiasi ukiran indah merupakan unsur khas rumah Belanda.
Arsitek pembangunan masjid ini adalah seorang Tionghoa bernama Syaikh Liong Tan. Masjid dibangun dengan dukungan dana seorang wanita Tionghoa Muslim kaya yang menjadi istri seorang pangeran dari Banten. Karena itulah pengaruh arsitektur Tiongkok juga ada pada bangunan Masjid Angke ini.
Masjid Angke berada di atas lahan seluas 930 meter persegi. Luas bangunan aslinya hanya 169 meter persegi. Meski sudah mengalami pelebaran, jika dibandingkan dengan masjid-masjid lainnya di Jakarta, bangunan masjid ini tampak kecil.
Di halaman belakang masjid terdapat makam Syaikh Liong Tan, arsitek Masjid Angke Jakarta. Di depan masjid ada makam Pangeran Hamid Al Qadri dari Kasultanan Pontianak bersama beberapa makam lainnya.
Antara tahun 1919 sampai 1936, Masjid Angke tidak dipakai. Namun, pada 1951, masjid ini dipugar dengan baik. Sampai sekarang masih berdiri dan masih digunakan oleh masyarakat sekitarnya.