Suku Baduy yang terletak di Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten, adalah salah satu komunitas adat di Indonesia yang masih memegang teguh tradisi leluhurnya. Komunitas ini memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan yang mereka yakini ada sebelum masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara.
Kepercayaan Sunda Wiwitan seperti kepercayaan asli Nusantara lainnya memiliki ciri khas, yaitu adanya kedekatan yang sangat erat dengan alam. Orang Baduy memegang teguh pikukuh karuhun yang yang mereka warisi dari leluhur. Di dalamnya, termuat berbagai aturan yang secara keseluruhan bertujuan untuk melindungi alam.
Kandungan pikukuh tersebut di antaranya:
1. Dilarang mengubah aliran air, misalnya membendung air untuk membuat kolam ikan atau membuat irigasi untuk mengolah sawah. Sistem pertanian masyarakat Baduy adalah ladang atau huma, membuat sawah untuk menanam padi dilarang.
2. Dilarang mengolah atau mengubah bentuk tanah, misalnya menggali tanah untuk membuat sumur, meratakan tanah untuk pemukiman, dan mencangkul tanah untuk pertanian.
3. Dilarang memanfaatkan hutan titipan (leuweung titipan) untuk kepentingan pribadi, seperti menebang pohon, membuka ladang, atau mengambil hasil hutan lainnya. Hutan titipan dianggap sebagai pusat bumi dan disucikan oleh Suku Baduy. Oleh karena itu, hutan titipan harus dijaga, tidak boleh rusak.
4. Dilarang menggunakan bahan kimia, seperti pupuk buatan, pestisida, minyak bumi, sabun, detergen, pasta gigi, dan racun ikan.
5. Dilarang menanam budidaya perkebunan, seperti kopi, kakao, cengkeh, kelapa sawit, dan lain-lain.
6. Dilarang memelihara hewan ternak berkaki empat, seperti kerbau, kambing, sapi, dan lain-lain.
7. Dilarang berladang sendiri-sendiri, harus sesuai dengan ketentuan adat.
8. Dilarang berpakaian sembarangan, harus mengikuti aturan adat.
Pikukuh ini disampaikan dalam bahasa Sunda kolot. Disampaikan dalam bentuk ujaran pada acara upacara adat, dan juga dalam ujaran orangtua kepada anak-anaknya. Ujaran-ujaran ini dianggap sebagai prinsip masyarakat Baduy.
Pikukuh di atas awalnya berlaku bagi semua orang dalam komunitas suku Baduy. Tapi, seiring berjalannya waktu, dengan berkembangnya suku Baduy dan munculnya pemisahan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar, aturan ini mulai mengalami pergeseran.
Ada aturan mutlak yang harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Baduy, seperti tata cara perladangan dan olah hasilnya, perlakuan terhadap lingkungan hutan, dan pelaksanaan rukun-rukun Sunda Wiwitan. Namun, ada juga aturan yang bersifat lebih longgar bagi komunitas Baduy Luar, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup.
Di sisi lain, Baduy Luar memiliki tanggung jawab untuk ikut menjaga dan membantu bertahannya pikukuh karuhun orang Baduy Dalam. Orang Baduy Dalam akan “bertapa”, bukan dalam arti tidak makan atau tidak minum atau tidak tidur. Tapi, bertapa dalam arti menjaga alam, meneguhkan dan mematuhi pikukuh yang sudah digariskan sebagai kewajiban mereka.
Dari sini, kita bisa belajar banyak. Dalam kesederhanaan hidupnya, Suku Baduy memberi pelajaran yang sangat berharga tentang menjaga kelestarian alam. Dalam kehidupan yang harmonis dengan alam, terbukti manusia bisa hidup lebih bahagia. Alam memberi kita banyak hal, tanpa menuntut balik. Jika kita tahu bagaimana caranya memperlakukan alam dengan baik.