Saat ini, mungkin tidak banyak orang yang mengenal Supeno, meskipun ia merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, terutama dalam lima tahun pertama setelah proklamasi kemerdekaan. Pada masa pemerintahan Sukarno, ia menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Pembangunan RI.
Supeno lahir di Pekalongan pada 12 Juli 1916. Ayahnya, Soemarno, bekerja sebagai pegawai stasiun kereta api di Tegal. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas di Algemene Middelbare School (AMS) Semarang, ia melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hogeschool) di Bandung.
Meskipun baru menghabiskan dua tahun di AMS Semarang, Supeno kemudian memutuskan untuk pindah ke Sekolah Tinggi Hukum (Recht Hogeschool) di Jakarta. Di Jakarta, ia tinggal di asrama Perkumpulan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) di Jalan Cikini Raya No. 71. Ia bahkan diangkat sebagai ketua asrama oleh teman-temannya.
Supeno memulai karier politiknya dengan bergabung dalam kelompok Amir Syarifuddin. Namun, kemudian ia berpisah dengan kelompok tersebut karena perbedaan pandangan. Anak penjaga stasiun ini kemudian diangkat menjadi Menteri Pemuda dan Pembangunan RI dalam Kabinet Hatta I.
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan militer kedua untuk merebut Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia.
Presiden Sukarno, Perdana Menteri Mohammad Hatta, dan beberapa pejabat pemerintahan lainnya ditangkap. Sementara itu, Jenderal Soedirman bergerak masuk hutan, memimpin Tentara Nasional Indonesia (TNI) bergerilya di hutan.
Namun, tidak semua pejabat sipil menyerah. Beberapa dari mereka bahkan ikut bergerilya dan berusaha menjalankan pemerintahan dari hutan. Oleh karena itu, Kabinet Hatta I juga dikenal sebagai Kabinet Gerilya.
Salah satu menteri yang ikut bergerilya adalah Supeno. Pada masa yang penuh tekanan ini, ia juga menjabat sebagai Menteri Penerangan ad interim.
Sayangnya, ia dan rombongannya disergap oleh tentara Belanda di Desa Ganter, Dukuh Ngliman, Nganjuk, pada tanggal 24 Februari 1949. Pada pagi itu, ketika sedang mandi di sebuah mata air, mereka diserang.
Menteri Supeno kemudian diinterogasi. Meskipun ia mengaku sebagai penduduk desa biasa, tentara Belanda yang menginterogasinya tidak mempercayainya dan mengancam dengan senjata di pelipisnya untuk memaksa Supeno bicara. Meskipun dalam keadaan terancam, Supeno tetap tegar dan tidak mengungkapkan bahwa ia adalah seorang menteri.
Tentara Belanda yang frustrasi karena Supeno tidak mau mengaku, akhirnya menembaknya di kepala. Ia meninggal seketika. Enam rekannya juga dieksekusi di tempat yang sama. Saat itu, Supeno baru berusia 33 tahun.
Jenazah Supeno dimakamkan di Nganjuk. Setahun kemudian, jenazahnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Semaki di Yogyakarta.
Sebagai penghormatan atas pengorbanannya, pada tanggal 13 Juli 1970, melalui Surat Keputusan Presiden No. 039/TK/Th 1970, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Supeno sebagai Pahlawan Nasional.
Supeno juga dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Kelas III secara anumerta. Ia diakui memiliki sifat kepahlawanan, keberanian, dan ketekunan yang melebihi panggilan tugasnya dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
---
Referensi:
- Buku Pahlawan-pahlawan Indonesia Sepanjang Masa, oleh Didi Junaedi, Indonesia Tera, 2014
- jogjaprov.go.id: Soepeno
- 1001indonesia: Supeno, Menteri yang Gugur saat Mempertahankan Kedaulatan RI