Lenong Betawi, Seni Teater Rakyat Asal Jakarta

20.02.2023 07:50
2-3 menit
Lukisan Lenong dan Topeng Betawi
Lukisan Lenong dan Topeng Betawi Dipacok Blogspot

Lenong merupakan teater rakyat Betawi. Pertunjukannya diiringi dengan musik Gambang Kromong. Lakonnya berdasarkan cerita keseharian atau cerita-cerita kepahlawanan yang berisi pesan moral. Dengan demikian, lenong Betawi memiliki dua fungsi sekaligus, sebagai hiburan dan wahana pendidikan.

Kesenian tradisional ini muncul pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Seni pertunjukan ini lahir dari kesenian Gambang Kromong yang diadaptasikan ke dalam bentuk teater. Kesenian ini juga mendapat pengaruh dari kesenian yang sudah ada waktu itu, seperti komedi kebangsawanan dan teater stambul.

Pada mulanya, kesenian ini dipertunjukkan dengan keliling dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di ruang terbuka tanpa panggung. Salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela ketika pertunjukan berlangsung.

Seiring waktu, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan untuk menghibur saat acara hajatan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat Betawi ini murni menjadi pertunjukan panggung.

Pada 1970-an, lenong mengalami masa berjaya. Kalau awalnya lebih dikenal sebagai hiburan “kampungan”, lenong tampil rutin di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Sekitar 3.000 tempat duduk di Teater Terbuka TIM dipenuhi penonton dari berbagai kalangan. Spontanitas dalam lenong membuat penonton tertawa. Dalam kurun waktu 1970-1973 telah dipentaskan tak kurang dari 40 lakon di TIM, 25 lakon di antaranya bertema jagoan.

Seniman lenong Betawi yang masyhur saat itu di antaranya Mamit, Anen, Nasir, Mpok Siti, dan Bokir. Sebagian dari pemain lenong itu buta huruf dan bekerja di sektor informal, seperti tukang becak, tukang loak, tukang cukur, atau tukang sayur. Mpok Oni, bintang lenong dari Jatinegara, bercerita, bermain semalam suntuk dapat honor Rp400-Rp500. Sementara di TIM, bermain sekitar 4 jam, honornya berkisar Rp500-Rp1.000.

Mereka yang berjasa membawa lenong pentas ke TIM antara lain Sumantri Sastrosuwondo, D. Djajakusuma, SM Ardan, dan Ali Shahab dari Pusat Kesenian Djakarta.

Saat itu, lenong juga mulai disiarkan di TVRI dan stasiun-stasiun radio yang membuat kesenian Betawi ini semakin populer di kalangan masyarakat.

Sampai pertengahan 1980-an, pertunjukan lenong bisa kita temui di daerah pinggiran Jakarta, seperti Ciputat, Tangerang, Selatan, serta Sawangan dan Parung di Kota Bogor. Bersaing dengan musik dangdut, sebagian warga masih memilih meramaikan hajatan dengan pertunjukan lenong.

Lenong Betawi ada dua jenis, yaitu lenong denes dan lenong preman.

Lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya berlatar kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa halus (Melayu tinggi). Lakon yang ditampilkan antara lain kisah dari hikayat 1001 Malam.

Lenong preman, kostum para pemainnya tidak ditentukan oleh sutradara. Bahasa yang digunakan adalah bahasa percakapan sehari-hari. Kisah yang dilakonkan misalnya kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat.

intronesia logo

intronesia.id adalah patform media digital sebagai opsi ruang informasi yang menyajikan berita dan informasi secara proporsional dan objektif.  "cintai indonesia dengan caramu"

©2024. PT Intro Media Indonesia