Loading...
You are here:intronesia/introNews./MK Tolak Uji Materi Syarat Capres Tak Terlibat Kasus Penculikan Aktivis 98
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama sejumlah Hakim Konstitusi Saldi Isra (dua kiri), Enny Nurbaningsih (kiri), Suhartoyo (dua kanan), dan Wahiduddin Adams (kanan), memimpin jalannya sidang permohonan uji materiil tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 16 Oktober 2023.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama sejumlah Hakim Konstitusi Saldi Isra (dua kiri), Enny Nurbaningsih (kiri), Suhartoyo (dua kanan), dan Wahiduddin Adams (kanan), memimpin jalannya sidang permohonan uji materiil tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 16 Oktober 2023. Beritasatu

MK Tolak Uji Materi Syarat Capres Tak Terlibat Kasus Penculikan Aktivis 98

23.10.2023 14:02 WIB
2-4 menit

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU Pemilu yang mengatur syarat capres-cawapres tak terlibat kasus HAM berat, termasuk penculikan aktivis 1998.

Selain itu, MK juga menyatakan tak dapat menerima permohonan pemohon soal batas usia capres-cawapres di rentang 40-70 tahun.

Permohonan yang diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro ini tercatat sebagai Perkara Nomor 102/PUU-XXI/2023.

Pemohon meminta MK menetapkan 40 tahun sebagai batas minimal dan 70 tahun sebagai batas maksimal usia capres-cawapres. Selain itu, pemohon juga berharap MK mengubah bunyi pasal 169 d UU Pemilu. Mereka ingin capres-cawapres tidak pernah terlibat kasus penculikan aktivis pada demonstrasi 1998.

"Amar putusan, mengadili: 1. Menyatakan permohonan para pemohon sepanjang pengujian pasal 169 huruf q UU 7/2017 tidak dapat diterima; 2. Menolak permohonan para pemohon selain dan selebihnya," ujar Anwar saat membaca amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin (23/10).

Saat membacakan konklusi hakim dalam perkara tersebut, Anwar menyatakan mahkamah menilai Pokok permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma pasal 169 huruf d uu 7/2017 adalah beralasan menurut hukum. Meski demikian, permohonan itu dinyatakan ditolak.

Bunyi pasal huruf d pada pasal itu adalah: tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya. Adapun di dalam penjelasan pasal huruf d itu ditulis: Yang dimaksud dengan "tidak pernah mengkhianati negara" adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah dasar negara, serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sementara itu, Anwar mengatakan Mahkamah atas pokok permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma pasal 169 huruf q uu 7/2017 soal batas usia capres-cawapres dinilai telah kehilangan objek seingga tak dapat diterima.

Dalam putusan itu, hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Saat sidang putusan itu, kuasa hukum pemohon sempat melakukan interupsi terkait status kekerabatan Anwar dengan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka. Namun, interupsi itu dipotong Anwar karena sedang pembacaan sidang putusan.

"Kalau sidang putusan begini, enggak ada interupsi," kata Anwar yang lalu melanjutkan kembali sidang pembacaan putusan tersebut.

Usai pembacaan putusan, Wakil Ketua MK menegaskan kepada kuasa hukum pemohon bahwa di dalam sidang putusan itu tak ada interupsi. Sementara itu keberatan, kata dia, disampaikan setelahnya lewat jalur lain untuk ditindaklanjuti.

"Tidak perlu ditanggapi [pernyataannya]," tegas Saldi kepada kuasa hukum pemohon yang akan bersuara.

Perkara ini diajukan pada 18 Agustus 2023. Lalu, memasuki tahap sidang pemeriksaan pendahuluan pada 18 September.

Kemudian berlanjut pada sidang perbaikan permohonan pada 2 Oktober.

Petitum pemohon adalah meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf (d) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "Tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat masa lalu, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya".

Selain itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 70 tahun pada proses pemilihan".

MK sebelumnya telah memutus sejumlah permohonan yang berkaitan dengan syarat usia minimal.

Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyatakan syarat usia capres-cawapres yang semula "berusia paling rendah 40 tahun" menjadi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Cek berita, artikel, dan konten INTRONESIA di Google News