Dibalik Kelezatan Tempe, Kaya Gizi dan Mengandung Sejarah Kehidupan Masyarakat Indonesia

09.10.2023 16:19
4-7 menit
Dibalik Kelezatan Tempe, Kaya Gizi dan Mengandung Sejarah Kehidupan Masyarakat Indonesia

Tempe adalah makanan tradisional yang berasal dari Indonesia. Ini terbuat dari kedelai yang difermentasi dengan menggunakan kapang Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Proses fermentasi ini mengubah tekstur dan rasa kedelai menjadi lebih lezat dan memiliki aroma khas.

Sejarah dan perkembangan Tempe

Pembuatan tempe memiliki sejarah yang tidak jelas kapan dimulainya, namun makanan tradisional ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam budaya makan masyarakat Jawa, terutama di Yogyakarta dan Surakarta. Pada abad ke-16, kata "tempe" sudah ditemukan dalam penggunaan hidangan seperti jae santen tempe dan kadhele tempe srundengan.

Hal ini, bersama dengan catatan sejarah lain yang ada, menunjukkan bahwa tempe mungkin awalnya diproduksi dari kedelai hitam oleh masyarakat pedesaan tradisional Jawa, kemungkinan di daerah Mataram, Jawa Tengah, sebelum abad ke-16.

Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno, di mana ada makanan berwarna putih yang terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.

Terdapat juga referensi mengenai tempe dalam kamus bahasa Jawa-Belanda tahun 1875. Beberapa sumber menyatakan bahwa pembuatan tempe dimulai selama era Tanam Paksa di Jawa, ketika masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan seperti singkong, ubi, dan kedelai sebagai sumber pangan.

Ada juga pandangan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang Tionghoa yang memproduksi makanan serupa yang disebut koji kedelai, yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Teknik pembuatan tempe kemudian menyebar ke seluruh Indonesia seiring dengan migrasi masyarakat Jawa ke seluruh penjuru Tanah Air.

Tempe diperkenalkan kepada masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda. Pada tahun 1895, seorang ahli kimia dan mikrobiologi Belanda bernama Prinsen Geerlings melakukan upaya pertama untuk mengidentifikasi kapang yang digunakan dalam tempe. Perusahaan tempe pertama di Eropa didirikan di Belanda oleh para imigran dari Indonesia.

Melalui Belanda, tempe mulai populer di Eropa sejak tahun 1946. Pada tahun 1984, tercatat ada 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di negara-negara seperti Republik Rakyat Tiongkok, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe mulai dikenal secara terbatas.

Pada tahun 1940-an, upaya dilakukan untuk memperkenalkan tempe di Zimbabwe sebagai sumber protein yang terjangkau. Namun, upaya ini tidak berhasil karena masyarakat setempat tidak memiliki pengalaman mengonsumsi makanan hasil fermentasi kapang.

Indonesia adalah produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sekitar 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia digunakan untuk membuat tempe, 40% untuk tahu, dan 10% untuk produk lain seperti tauco dan kecap. Konsumsi tempe per orang per tahun di Indonesia diperkirakan sekitar 6,45 kg.

Minat yang besar terhadap tempe sebenarnya dimulai sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari penyakit disentri dan malnutrisi. Tempe dengan kandungan gizi yang tinggi dan harga yang terjangkau telah menyelamatkan masyarakat miskin dari kekurangan gizi.

Tempe tidak hanya lezat, tetapi juga memiliki sejarah yang kaya dan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai makanan tradisional yang bernilai tinggi, tempe terus menjadi bagian integral dari budaya dan pangan Indonesia.

Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).

Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.

Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.

Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.

Vitamin

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.

Mineral

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.

Antioksidan

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.

Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

intronesia logo

intronesia.id adalah patform media digital sebagai opsi ruang informasi yang menyajikan berita dan informasi secara proporsional dan objektif.  "cintai indonesia dengan caramu"

©2024. PT Intro Media Indonesia