Indonesia, sebagai negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman hayati, memiliki beberapa batas biogeografis yang penting. Dua di antaranya adalah Garis Wallacea dan Garis Weber. Kedua garis ini memainkan peran penting dalam pemahaman tentang distribusi flora dan fauna di wilayah ini.
Kepulauan Nusantara dapat memberikan informasi bagaimana lempeng bumi dan benua terbentuk. Dengan mengamati apa yang terjadi di pulau-pulau tersebut, dirumuskanlah apa yang disebut dengan garis wallacea yang menjadi penanda antara lempeng Asia (landas Sunda) dengan Indonesia bagian tengah, dan Garis Weber yang membatasi antara Indonesia bagian tengah dengan Australia-Papua (landas Sahul).
Kedua garis ini juga menandai adanya bagian laut amat dalam yang terdapat di Selat Makassar (bahkan palung laut) dan di perairan Banda-Maluku.
Wilayah dalam garis weber dikenal karena menunjukkan jejak pertautan antara Papua dengan Australia. Jenis flora fauna juga menunjukkan kedekatan misalnya, keluarga kanguru-wallaby yang terdapat di Papua dan Australia.
Wilayah dalam garis wallacea dikenal karena dianggap bersambungan dengan dunia Australia dan Pasifik, namun kemudian terpisah dalam waktu yang amat lama. Wilayah ini kemudian memunculkan ciri yang berbeda dengan wilayah landas Sunda (Asia) dan landas Sahul (Papua-Australia). Ciri ini dapat dilihat dalam satwa seperti Anoa (Sapi yang berukuran kecil dan hidup sebagai pengembara hutan) dan maleo (sejenis burung-tak terbang). Maleo hidup di semak hutan, namun ketika hendak berkembang biak, menuju pasir untuk memilih pasir yang hangat, dan menggaru pasir untuk meletakkan telurnya.
Penelitian mengenai flora-fauna wallacea ini juga menjadi salah satu rujukan studi Charles Darwin mengenai evolusi. Dalam perkembangannya, pengamatan yang cermat terhadap kedua garis ini juga akan membantu pengembangan pengetahuan kita mengenai evolusi (melalui teori evolusi Charles Darwin), mengenai landas dunia, mengenai rentang cincin api (lintasan gunung api), serta pengetahuan mengenai mineral dunia.
Garis Wallacea
Garis Wallacea, dinamai setelah Alfred Russel Wallace, seorang naturalis Inggris, adalah batas biogeografis yang membagi fauna Asia dan Australia. Garis ini menghubungkan Bali dan Lombok di sebelah barat, kemudian menjalar ke arah timur melalui pulau-pulau di Indonesia, termasuk Sulawesi dan sejumlah pulau kecil di sekitarnya.
Ciri-ciri Garis Wallacea
Keanekaragaman Hayati: Garis ini memisahkan spesies yang berasal dari dua wilayah biogeografis yang berbeda. Di sebelah barat garis ini, spesies cenderung memiliki kesamaan dengan fauna Asia, sedangkan di sebelah timur, fauna lebih mirip dengan spesies Australia.
Spesies Endemik: Banyak spesies endemik dapat ditemukan di wilayah Wallacea, seperti anoa, babi rusa, dan berbagai jenis burung.
Pengaruh Geologi: Pembentukan garis ini dipengaruhi oleh sejarah geologi, termasuk pergerakan lempeng tektonik dan perubahan iklim yang terjadi selama jutaan tahun.
Garis Weber
Garis Weber, yang dinamai setelah ahli biogeografi Jerman Max Weber, terletak lebih jauh ke timur dibandingkan Garis Wallacea. Garis ini biasanya dianggap sebagai batas yang memisahkan fauna di pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Sumatra, dan Jawa dari fauna yang ada di Papua dan pulau-pulau sekitarnya.
Ciri-ciri Garis Weber
Perbedaan Fauna: Sebagaimana Garis Wallacea, Garis Weber juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam fauna. Di sebelah barat garis ini, banyak spesies mamalia yang besar, sedangkan di sebelah timur, spesies yang lebih kecil dan unik mendominasi.
Biodiversitas Tinggi: Wilayah di sekitar Garis Weber, terutama Papua, dikenal dengan keanekaragaman hayatinya yang sangat tinggi, termasuk banyak spesies burung dan marsupial.
Pengaruh Lingkungan: Garis Weber menunjukkan bagaimana faktor lingkungan seperti cuaca, ekosistem, dan habitat dapat mempengaruhi distribusi spesies.
Garis Wallacea dan Garis Weber adalah dua batas biogeografis yang penting dalam studi keanekaragaman hayati Indonesia. Memahami garis-garis ini membantu ilmuwan dan peneliti dalam melestarikan spesies dan ekosistem yang unik di wilayah ini. Dengan terus mengkaji dan melindungi area-area ini, kita dapat memastikan bahwa keanekaragaman hayati Indonesia tetap terjaga untuk generasi mendatang.