intronesia.id, Jakarta - Pemerintah akhirnya memberi lampu hijau kepada sejumlah perusahaan untuk mengekspor listrik energi bersih ke Singapura. Babak baru setelah pemerintah sempat keberatan dengan rencana tersebut.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan rencana ekspor energi bersih ke Singapura merupakan bagian dari upaya kolaborasi sektor energi di Asean.
“Mudah-mudahan [dalam waktu dekat] kita akan melihat salah satu contoh konkretnya, yaitu ekspor energi ke Singapura. Jadi beberapa perusahaan telah mendapatkan persetujuan untuk melakukannya,” ujarnya saat konferensi pers Indonesian Sustainability Forum (ISF), Kamis (7/9/2023), dilansir dari Bloomberg.
Rachmat tidak merinci siapa saja perusahaan yang telah diberikan izin, berikut volume energi bersih yang akan dikirimkan ke Singapura. Akan tetapi, dia memastikan, ekspor energi ke negeri tetangga tersebut akan dibarengi dengan investasi dari Singapura ke sektor energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
“Tentu saja tujuannya tidak hanya mengekspor elektron ramah lingkungan, tetapi juga akan membangun manufaktur panel surya dan baterai di Indonesia. Jadi hal ini akan memperbaiki situasi industri serta membagi energi hijau kepada tetangga kita,” ujarnya.
Syarat dari Luhut
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali menegaskan desakan Pemerintah Indonesia agar Singapura berinvestasi di bidang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), sebagai syarat rencana ekspor energi hijau.
Indonesia, lanjutnya, memiliki kelimpahan bahan baku fotovoltaik panel surya, yaitu pasir silika/kuarsa. Bahan baku tersebut dapat diolah untuk pembuatan semikonduktor di dalam negeri.
“Jadi, Rachmat menyinggung soal mereka yang akan mengekspor energi hijau [ke Singapura]. Kita bisa, tetapi kita harus punya [industri] panel surya sendiri. Jadi industri itu harus ada di dalam negeri. Jadi kita bisa ekspor, tetapi kita sendiri harus [mandiri energi]. Jangan biarkan orang mendikte,” tegasnya.
Sebelumnya, Singapura diketahui sudah menyiapkan rencana impor listrik berbasis EBT dari Indonesia pada 2025 sebesar 600 MW. Kapasitas tersebut akan melonjak dua kali lipat pada 2027 atau setara 1.200 MW.
Pada awal Mei, Luhut juga sempat menegaskan penolakan atas permintaan impor listrik berbasis EBT dari Singapura, kecuali negara tetangga tersebut mengucurkan investasi untuk proyek energi bersihnya di Tanah Air.
“Singapura minta supaya kita ekspor listrik clean energy ke sana. Kita enggak mau. Saya bilang enggak mau. Mau kalau proyeknya di kita, jadi kita jual. Jadi jangan mereka yang mengatur,” tegasnya seusai acara Reuni 45 Tahun Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) Angkatan 1978 di The Westin Hotel, Jakarta Selatan (9/5/2023).
Dalam kaitan itu, Pemerintah Indonesia ingin agar Singapura merealisasikan investasi ekosistem panel surya, yang nilainya ditaksir menembus US$50 miliar. Terlebih, Indonesia memiliki bahan baku pasir silika untuk mendukung industri panel surya tersebut.
“Singapura pikir kita bodoh saja. Dia tenderkan ke perusahaan-perusahaan kita. […] Jadi sekarang, sektor industrinya [panel surya] harus kita buat di Indonesia. Policy sektor industri ini tidak bisa bersaing dengan China karena China itu kompetitif. Hanya bisa bersaing kalau ambilnya dari offtaker,” ujarnya.